Sally Paulina Sandanafu
Dosen Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Ambon.
MALUKU sungguh kaya laksana negeri susu dan madu. Dunia sudah mengetahuinya sejak berabad-abad silam. Hal itulah yang mendorong penjelajahan dunia, serta munculnya imperialisme dan kolonialisme. Maluku diekspolitasi hingga rakyatnya tertindas dan miskin.
Berkah kekayaan alam bagai kutuk bagi orang Maluku. Bahkan setelah Indonesia merdeka, situasi tidak kunjung berubah. Apakah kita hanya bisa pasrah, menyerah, dan kalah melulu? Tentu tidak. Harus ada cara cerdas untuk mengubah kutuk menjadi berkah.
Maluku memang anggun dan memikat dunia. Sayang sekali, keanggunan itu hanya nampak di luar saja. Di dalamnya, barisan panjang rakyat miskin seakan menodai semua itu. Kita bagai ayam mati di lumbung beras. Susu dan madu dikuasai orang asing seperti kasus Freeport di Papua. Kasus Freeport mesti menjadi pelajaran bagi Maluku.
Aset Maluku jika dideretkan maka akan sangat panjang. Di laut, ikan melimpah, rumput laut, biota laut, terumbu karang. Pulau-pulau kecil nan eksotik dengan pantai pasir putih, akan menjadi daya tarik pariwisata. Pertanian dan perkebunan menghasilkan begitu banyak cengkeh, pala, kelapa.
Sektor pertambangan juga memberikan kontribusi besar di Maluku yakni tambang nikel terbesar di Indonesia yang salah satunya berada di Weda, Maluku Utara. Tidak lupa, ada tambang minyak dan gas Blok Masela di Kepulauan Tanimbar, dan tambang emas di Pulau Romang.