“Penambahan wamen ini, dalam hemat saya, lebih tepat dimaknai sebagai ‘cek ombak’ buat Thomas sebelum menjadi menteri di satu sisi dan sebagai ajang ‘magang’ untuk beradaptasi di Kementerian Keuangan sebelum menjadi Menkeu di sisi lain,” kata Ronny.
Sementara itu, Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda berpendapat hadirnya Thomas sebagai wakil menteri keuangan membuat kans Sri Mulyani melanjutkan posisi sebagai bendahara negara kian mengecil.
Hal tersebut dinilainya membuat investor semakin menahan investasinya guna menanti kepastian siapa menteri keuangan ke depan. Menurut Nailul, jika bukan Sri Mulyani, investor akan semakin khawatir pengelolaan keuangan negara ke depan akan seburuk apa.
“Jadi memang akan ada efek negatif jika benar Thomas yang akan duduk di kursi menteri keuangan,” katanya. Di sisi lain, Nailul menilai kehadiran wakil menteri keuangan II cukup aneh. Sebab, apa yang akan diurus sampai-sampai harus ada dua orang wakil menteri.
Ia mencontohkan keberadaan dua wakil menteri di Kementerian BUMN wajar saja karena bisa dibagi berdasarkan klaster. Nah, kalau untuk Kementerian Keuangan, apa yang akan dibagi? “Jadi memang unsur politis memasukkan anggaran ke APBN 2025 menjadi faktor utamanya,” imbuh Nailul.
Oleh karena itu, ia menilai ini adalah sinyal tidak ada kata ‘ketemu’ dalam penganggaran antara pemerintahan sekarang dengan pemerintahan tahun depan.
Apalagi, ada isu anggaran makan siang gratis yang merupakan program andalan Prabowo, akan dipotong biaya per anak hingga setengah dari alokasi awal. Jadi, Nailul melihat rencana tahun depan sudah amburadul.
Ia pun mengatakan penempatan Thomas tidak akan cukup menolong secara signifikan. Terlebih Thomas juga menyampaikan dirinya ditunjuk untuk menyelaraskan anggaran dengan program Prabowo.
“Padahal sudah ada tim transisi. Artinya komunikasi antara Kementerian Keuangan dan Tim Transisi tidak baik hingga harus membuat jabatan baru buat keponakan Prabowo tersebut. Padahal tagline-nya keberlanjutan,” ucap Nailul.(**)