Skenario kedua, meredanya ketegangan. Nah saya kira ini lebih mungkin terjadi. Eskalasi yang terjadi dalam sebulan terakhir telah menghadirkan sentimen dalam negeri yang cenderung negatif dan berpotensi menghadirkan ketidakstabilan politik yang memusingkan para penguasa di negara-negara yang terlibat dan berkepentingan dengan konflik Timur Tengah.
Kita tahu, almarhum Presiden Raisi sebenarnya bukan presiden yang sangat kuat pengaruhnya. Dia terpilih dalam pemilu yang hanya diikuti oleh kurang dari 50 persen pemilih Iran setelah sempat kalah dalam pemilu sebelumnya. Masa pemerintahannya diwarnai oleh banyak tekanan dari oposisi, para pegiat HAM dalam negeri bahkan kalangan internasional. Dalam sejumlah situasi, Ayatollah Ali Khamenei bahkan sampai turun tangan untuk memperkuat Raisi dan menekan oposisi.
PM Netanyahu juga begitu. Meskipun terkenal kepala batu, tapi berbagai aksi kontroversialnya telah meningkatkan tekanan dan ketidakpuasan terhadap pemerintahannya, termasuk dari negara-negara yang berkepentingan dan selama ini mendukung Israel.
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga tidak kalah repot. Keteguhannya mendukung kepentingan maupun tindakan israel dan tidak mengambil langkah konkrit untuk meredakan ketegangan di timur tengah telah melahirkan sentimen negatif baik secara internasional maupun di dalam negeri, yang bisa kontraproduktif terhadap upayanya untuk memenangkan pemilu November nanti.