BeritaNasionalOpiniUtama

Meredupkan Demokrasi: Analisis Filosofis atas Pencabutan Kartu Pers Istana

14
×

Meredupkan Demokrasi: Analisis Filosofis atas Pencabutan Kartu Pers Istana

Sebarkan artikel ini

Perbandingan Internasional

Banyak negara demokratis menghadapi dilema serupa.

Amerika Serikat

Di AS, kasus serupa terjadi pada 2018 ketika kartu pers Jim Acosta (CNN) dicabut oleh Gedung Putih setelah bersitegang dengan Presiden Donald Trump. Namun, pengadilan federal langsung turun tangan, memutuskan bahwa pencabutan itu melanggar due process dan kebebasan pers. Acosta pun segera dipulihkan haknya.

Pers sering dikritik presiden, tapi jarang ada pembatasan administratif langsung. Bahkan ketika Trump memusuhi media, mekanisme hukum tetap melindungi akses pers. Pelajaran penting,  bahkan di negara dengan keamanan ketat, mekanisme hukum melindungi wartawan dari tindakan sewenang-wenang eksekutif.

Filipina

Di Filipina, pemerintahan era Rodrigo Duterte dikenal bermusuhan dengan media kritis seperti Rappler. Lisensi Rappler sempat dicabut dengan dalih administratif. Hasilnya? Filipina jatuh dalam indeks kebebasan pers internasional. Kasus ini menunjukkan konsekuensi jangka panjang. Citra negara sebagai demokrasi merosot drastis.

Baca Juga  DPMPTSP Himbau Pelaku Usaha Laporkan LKPM Triwulan III 2025

Hongaria dan Polandia

Pers dibatasi secara halus lewat regulasi dan kepemilikan media oleh kroni politik. Demokrasi mereka memburuk drastis.

Indonesia, dengan kasus pencabutan kartu pers istana, tampaknya sedang berjalan ke arah yang sama, demokrasi prosedural tanpa kebebasan substantif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *