“Jadikanlah masyarakat sekitar ini pendukung kita, buatkan program. Ketimbang kita mengucurkan dana untuk pemadaman api yang bisa sampai ratusan miliar, mending kita kucurkan dana untuk masyarakat. Ngapain pidana, kalau bisa melakukan pendekatan secara HAM dalam menghadapi kasus. Tidak bisa kita katakan kepada masyarakat itu ‘Anda tidak memiliki legalitas hukum’ (atas tanah yang sudah dimiliki izinnya oleh perusahaan), kalau sampai kata-kata itu keluar, itu bisa jadi salah satu pemicu konflik.”
Dirinya berharap ke depan lebih banyak lagi advokat yang berpraktik dengan mengkhususkan diri sebagai seorang konsultan HAM. Berhubung banyak sekali perusahaan, khususnya perusahaan asing yang diharuskan untuk menerapkan kebijakan-kebijakan perusahaan yang berbasis HAM, membuat area praktik ini menjadi kebutuhan tersendiri.
Husendro mengungkapkan syarat utama menjadi seorang konsultan HAM adalah menjaga lisan dan tidak sembarangan dalam membuat pernyataan ketika menangani suatu kasus. “Karena kalau sampai omongan dia menyakiti masyarakat, sudah selesai (hanya memperkeruh konflik). Tantangan kita di dunia HAM, lawyer itu harus pintar tidak hanya di masalah litigasi dan corporate saja, tapi juga HAM, tapi masih jarang sekarang. Pengetahuan tentang HAM, alternative dispute resolution, penyelesaian konflik, itu semua penting (dikuasai).”(**)