Putusan MKRI tersebut menggunakan konsepsi “actual loss”; lebih memberikan kepastian hukum yang adil dan bersesuaian dengan Upaya sinkronisasi dan harmonisasi instrument hukum nasional nasional dan hukum internasional (Konvensi PBB Anti Korupsi,2003; diratifikasi UU Nomor 7 tahun 2006).
Merujuk putusan dimaksud jelas bahwa, penafsiran hukum MKRI mengenai unsur kerugian negara; lebih focus pada kerugian yang nyata dan pasti hasilnya (actual loss) dan sependapat dengan tafsir hukum bahwa kerugian negara merupakan “potential lost”.
Apalagi, kosakata “total losss” tidak dikenal dalam referensi UU Tipikor dan peraturan perundang-undangan terkait keuangan negara dan pemeriksaan pengelolaan serta tanggung jawab keuangan negara.
Putusan MKRI tersebut bersesuaian dengan Penjelasan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor 1999 yang menyatakan bahwa, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
Berbeda dengan Putusan MKRI aquo, Yurisprudensi MARI Nomor 417/K/PID.SUS/2014 tanggal 7 Mei 2014 yang pada pokoknya perbuatan melawan hukum dalam pasal 2 ayat (1) UU Tipikor 1999, di samping perbuatan melawan hukum formil, juga perbuatan melawan hukum materiil.