Dalam dialog bersama para peserta, Wamen Ekraf Irene juga menyoroti peran perempuan sebagai motor penggerak rumah tangga dan ekonomi komunitas. Selain itu, Wamen Ekraf Irene menyoroti inovasi sepeda bambu karya masyarakat lokal sebagai simbol kolaborasi dan kreativitas lintas sektor.

“Ibu rumah tangga itu sesungguhnya Chief Executive Officer di setiap rumah. Kalau tidak ada mereka, tidak akan ada yang mengatur keluarga, keuangan, dan masa depan anak. Jadi penghargaan terhadap diri sendiri adalah langkah pertama dari pemberdayaan,” kata Wamen Ekraf Irene.
“Kita adalah para pelaku dengan orientasi social impact, tapi jangan lupa bahwa pendapatan juga bagian dari keberlanjutan. Pendapatan bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari dampak yang kita hasilkan. Jika satu produk mampu menjangkau lebih banyak orang, maka efek sosialnya pun akan berlipat,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Wamen Ekraf Irene menegaskan pentingnya story-nomics atau ekonomi berbasis narasi agar produk kreatif Indonesia dapat dikenal di pasar global.
Wamen Ekraf Irene juga menekankan pentingnya pemetaan aset daerah yang mencakup potensi manusia, budaya, dan sumber daya alam agar arah pengembangan ekonomi kreatif di daerah lebih terarah dan berdampak. Ia juga mengajak seluruh peserta untuk menjadikan Kampus Bambu sebagai ruang dialog yang terbuka.










