JAKARTA, arikamedia.id – Nilai utang jatuh tempo pemerintah pada tahun 2025 akan meningkat signifikan. Hal ini sebagaimana ditunjukan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Berdasarkan data Kemenkeu, per 30 April 2024, total utang jatuh tempo pada tahun depan mencapai Rp 800,33 triliun.
Nilai ini berasal dari utang surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun dan utang pinjaman Rp 100,19 triliun. Nilai itu jauh lebih tinggi nilai utang jatuh tempo pada tahun ini, yakni sebesar Rp 434,29 triliun.
Namun demikian, yang perlu menjadi catatan, nilai utang jatuh tempo ini dihitung sejak 30 April 2024, sehingga tidak mempertimbangkan nilai utang jatuh tempo sebelum tanggal tersebut. Dengan melihat lonjakan tersebut, Chief Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengurangi pembiayaan program yang tidak mendesak.
Mengutip dari kompas.com, hal ini perlu dilakukan untuk menjaga “kesehatan” anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). “Pemerintah juga perlu mempertimbangkan belanja pemerintah yang dalam skala prioritas rendah untuk ditunda pembiayaannya,” kata dia, kepada awak media, Jumat (07/06/2024).
“Sehingga akan dapat mendukung terjaganya defisit fiskal dalam level yang sehat yang juga berdampak pada cost of borrowing pemerintah yang kompetitif,” sambung Josua. Selain itu, untuk meminimalisir beban biaya utang terhadap pagu anggaran belanja pemerintah, pemerintah dapat melakukan mekanisme “debt switch.”
Mekanisme ini dilakukan dengan cara pemerintah membeli kembali surat utang negara (SUN), yang penyelesaiannya dilakukan dengan penyerahan SUN seri lain. Dengan kata lain, pemerintah membayarkan utang yang jatuh tempo dengan memberikan utang seri baru. “Dan apabila terdapat selisih nilai penyelesaian transaksinya, dapat dibayar tunai,” katanya.