Menurutnya, UU PPRT ini juga akan melindungi pekerja laki-laki seperti sopir, dan lain lain. Mereka juga akan terlindungi dengan adanya UU ini. Banu juga mendesak agar UU PPRT ini segera disahkan.
“secara kelembagaan dan kebijakan, UU PPRT akan mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk memperluas sistem jaminan sosial yang inklusif, memperbaiki data ketenagakerjaan informal, dan memperkuat koordinasi antarinstansi dalam memastikan perlindungan bagi pekerja domestik. Ini akan memperkuat kapasitas negara dalam melindungi warganya yang paling rentan, yang akan jadi sebuah langkah nyata menuju sistem perlindungan sosial universal.”
“Jika RUU PPRT ini disahkan, dan akan ada jaring pengaman sosial secara hukum. PRT bisa jadi bagian struktur ekonomi. Secara ekonomi, bisa ciptakan perlindungan ekonomi, secara sosial akan perbaiki kerja domestik yang dianggap tak penting. Kerja perawatan adalah pondasi, bahwa merawat menjaga itu pekerjaan yang penting. UU ini akan memperluas sistem jamsos inklusif.”
Anindya Vivi dari Jakarta Feminist juga menegaskan bahwa isu PRT adalah isu feminis, karena mayoritas PRT adalah perempuan.
“Teman-teman PRT memiliki kerentanan berlapis, termasuk kekerasan berbasis gender, kekerasan fisik dan seksual, bahkan terjadi juga kekerasan femisida. Berdasarkan hasil riset Jakarta Feminist (Jakfem), selalu ada pekerja rumah tangga yang menjadi korban femisida dan pelakunya biasanya adalah majikan,” ujar Vivi.










