AMBON, arikamedia.id – Aktivis Lingkungan Hidayat Heti mengatakan, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup tidak dapat dituntut pidana maupun digugat perdata. Ini diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dijelaskan, kriminalisasi terhadap jurnalis lingkungan atau pejuang lingkungan kerap terjadi di Indonesia tidak terkecuali di provinsi Maluku. Perlu dorongan lahirnya aturan di tingkat kepolisian yang mengatur tentang kasus-kasus yang anti Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).
Menurut Heti, pilihannya ada aturan setingkat Undang-Undang (UU) yang memberikan perlindungan terhadap pembela lingkungan yang berlaku untuk semua sektor sumber daya alam. Gugatan SLAPP adalah tuntutan hukum yang bertujuan untuk membungkam partisipasi masyarakat.
“Namun, sebetulnya SLAPP dapat dilawan melalui mekanisme Anti SLAPP. Ini sebagai upaya kebijakan hukum demi melindungi hak masyarakat saat menyampaikan pendapat atau kritik yang berkaitan dengan kepentingan publik,” katanya, Sabtu (04/01/24).
Anti SLAPP pertama kali diperkenalkan oleh George W. Pring dan Penelope Canan di Amerika Serikat sekitar tahun 1980-an. Dalam konsep Anti SLAPP di bidang lingkungan, George dan Canan menyebutnya sebagai Ecological-SLAPP.