BeritaDaerahEkonomiLINGKUNGANNasionalSeni & BudayaSOSIALTNI dan POLRIUtama

Militer dilibatkan dalam proyek Food Estate di Merauke, masyarakat adat ‘ketakutan’ – ‘Kehadiran tentara begitu besar seperti zona perang’

204
×

Militer dilibatkan dalam proyek Food Estate di Merauke, masyarakat adat ‘ketakutan’ – ‘Kehadiran tentara begitu besar seperti zona perang’

Sebarkan artikel ini
“Kami cuma mau sampaikan, [kehadiran] perusahaan [di Merauke] kami tolak. Karena dia masuk tanpa izin [dengan] kami tuan-tuan dusun," kata Yasinta Moiwend (kanan), warga Merauke dari Suku Marind Kondo Digul.(nurika manan).

“Kami dari marga Kwipalo tidak menerima. Jadi kami mempertahankan hak ulayat kami, di tanah adat kami, tetap tidak kami kasih [ke perusahaan],” suara penolakan lain datang dari Vincent Kwipalo, warga Merauke dari Suku Yei.

Presiden Joko Widodo meninjau kawasan food estate padi di Desa Telaga Sari, Distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Selasa (23/07).(Dokumentasi Kementerian Pertanian/Kompas).

Ia tinggal di Distrik Jagebob. Kampungnya masuk kluster tiga yakni proyek pengembangan perkebunan tebu dan bioetanol.

Suatu hari ia dibikin kaget, saat menilik kebun karet miliknya. Patok-patok merah putih tertancap di sana. Di tanah yang sedang ia pertahankan.

“Ada patok-patok yang ditanam di kebun, kebun karet Bapa. Patok merah putih. Itu kita tidak tahu maksudnya apa,” cerita Vincent kepada BBC News Indonesia.

Ia kemudian mempertanyakan itu ke petugas dan mendapati jawaban bahwa patok tersebut adalah batas perusahaan.

Baca Juga  Kehadiran dua Wakil Menteri RI ke Maluku Bukti Komitmen Kader Muhammadiyah

Vincent lantas meminta agar patok segera dicabut. Sebab sebagai Ketua Marga Kwipalo, ia harus menjaga kepercayaan kelompoknya bahwa marga Kwipalo sepakat tetap menolak menyerahkan tanah adat mereka untuk proyek tebu dan bioetanol.

“Terus [dengan patok itu] tanah yang seluruhnya sudah milik perusahaan? Tanpa konfirmasi dengan kami. Kalau sudah seperti begini, kami mau dikemanakan?”

Analisis tumpang susun—peta perusahaan yang beroleh izin proyek tebu dan peta wilayah adat Yei—oleh Yayasan Pusaka mendapati sebagian besar pengerjaan ada di wilayah adat Suku Yei seluas lebih dari 300.000 hektar. Sisanya berada di wilayah adat Marind.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *