AMBON, arikamedia.id – Polemik terkait penerbitan izin usaha pertambangan rakyat (IPR) kepada 10 koperasi di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, kembali mencuat ke publik.
Perwakilan Marga Nurlatu mengatakan, masyarakat adat khususnya keluarga besar Marga Nurlatu, merasa ada kejanggalan dalam proses penerbitan izin oleh pemerintah provinsi (Pemprov) yang melibatkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas ESDM, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku.
Dinilainya, izin tambang yang diterbitkan kepada 10 koperasi tersebut tidak memenuhi syarat administratif, terutama karena belum adanya bukti serah terima lahan dari pemilik hak ulayat.
Menurutnya, DPRD juga kaget, karena ternyata sampai sekarang belum ada dokumen penyerahan lahan. Ini yang menjadi pertanyaan besar.
“Ada sesuatu yang disembunyikan. Bagaimana bisa izin keluar kalau belum ada penyerahan lahan? Ini cacat hukum,” tegas perwakilan Marga Nurlatu.
Katanya, dalam rapat yang juga dihadiri oleh Raja Petuanan Kayeli, Fandi Azhari Wael, disebutkan bahwa hingga kini belum pernah dilakukan penyerahan lahan secara resmi kepada pihak koperasi.
Raja Fandi mengonfirmasi hal tersebut di hadapan pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Buru, lebih jauh menyikapi hal ini, Marga Nurlatu pada 16 Juni 2025 mengadakan pertemuan internal untuk mempertegas sikap mereka.