“Dalam kasus ini, Penyidik sebelumnya telah menetapkan Direktur Utama dan Direktur Keuangan sebagai tersangka pada 14 April 2025 lalu, dan dengan penambahan PF sebagai tersangka, maka terdapat 3 tersangka dalam kasus tersebut,” terangnya.
Dirinya menambahkan, Selama periode tersebut, Pemerintah Daerah melalui persetujuan “PF” telah mencairkan anggaran sebesar Rp. 6.251.566.000,-, dengan rincian Rp. 1.500.000.000,- (tahun 2020), Rp. 3.751.566.000,- (tahun 2021), dan Rp.1.000.000.000,- (tahun 2022).
Seluruh pencairan tersebut ditetapkan dalam APBD dan dilakukan oleh BPKAD Kabupaten Kepulauan Tanimbar berdasarkan persetujuan tertulis dari “PF”.
Dalam keterangan lanjutannya, Penyidik menemukan bahwa persetujuan pencairan dana tersebut diberikan “PF” meskipun PT Tanimbar Energi tidak memiliki dokumen fundamental yang wajib dimiliki oleh BUMD, seperti Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT), Standar Operasional Prosedur (SOP), rencana bisnis dan analisis investasi, serta tidak pernah dilakukan audit akuntan publik.
Selain itu, PT Tanimbar Energi juga diketahui tidak menghasilkan deviden maupun kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah.
Dalam kondisi demikian, pencairan dana seharusnya tidak layak diproses, namun seluruh permohonan tetap disetujui oleh “PF” tanpa mekanisme kelayakan yang semestinya.










