JAKARTA, arikamedia.id – Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan mengungkapkan sejumlah alasan mengapa Mahkamah Konstitusi harus membatalkan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI.
Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan menjadi kuasa hukum dari enam pemohon dalam permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon uji formil ini terdiri dari tiga organisasi advokasi HAM dan demokrasi, yakni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Imparsial, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Selain itu, terdapat tiga pemohon perorangan, yakni putri Gus Dur Inayah Wahid, mantan Koordinator KontraS Fatiah Maulidiyanty, dan mahasiswa Eva Nurcahyani. Peneliti Imparsial Riyadh Putuhena mengatakan gugatan ini diajukan karena proses revisi UU TNI bukan hanya mengabaikan partisipasi publik, tetapi juga memperkuat pengaruh militer di ruang sipil.
Mengutip Tempo.co, “Dalam permohonan uji formil yang diajukan kami mendalilkan bahwa UU Nomor 3 Tahun 2025 dibuat secara ugal-ugalan (abusive law making) dan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,“ kata Riyadh dalam keterangan tertulisnya, 8 Mei 2025.