“Ada kekhawatiran pasal yang dikritisi dimunculkan kembali di RUU yang akan disahkan,” kata Dimas Bagus kepada Tempo pada Ahad, 16 Maret 2025.
Kontras menilai ada dua pasal berbahaya dalam revisi UU TNI yang diajukan saat ini. Pertama, pasal 7 ayat 2 yang mengatur kewenangan dalam operasi militer selain perang. Fungsi pengawasan dan perbantuan TNI di tambah dalam ruang siber, narkotika, hingga perlindungan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.
Kemudian, ada pasal 47 ayat 2 yang dianggap bermasalah. Dalam UU sebelumnya regulasi ini mengatur batas tugas TNI di lembaga-lembaga sipil. Cakupan jabatan sipil yang dapat ditempati prajurit ada kemungkinan diperluas, seperti tercantum dalam Pasal 47 Daftar Inventarisasi Masalah undang-undang tersebut.
Dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang TNI disebutkan bahwa prajurit aktif hanya dapat mengisi jabatan sipil di sepuluh kementerian/lembaga, yaitu di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, dan Sekretaris Militer Presiden. Dalam aturan tersebut, personel aktif TNI dimungkinkan mengisi jabatan di Badan Intelijen Negara, Lembaga Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, serta Mahkamah Agung.