Menurutnya, walaupun dipilih dengan mekanisme politik, setiap kepala daerah harus memahami bahwa pada akhirnya, mereka adalah pejabat pemerintahan (administrasi negara) yang tunduk pada ketentuan hukum administrasi negara dalam pengelolaan pemerintahan.
Dalam hal keuangan, kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, termasuk juga dalam pelaksanaan APBD yang di dalamnya ada berbagai kegiatan dan proyek-proyek.
“Terkait kepegawaian, kepala daerah memegang kekuasaan sebagai pejabat pembina kepegawaian yang berwenang untuk mengangkat, memindahkan dan memberhentikan pejabat di daerah,” tulisnya.
Dapat dilihat begitu besarnya kewenangan kepala daerah. Tugas-tugas pengelolaan pemerintahan daerah semuanya mengacu pada aturan hukum, bukan pada keputusan politik. Hal ini karena konstruksi hukum pemerintahan daerah memposisikan kepala daerah sebagai penanggung jawab berbagai urusan pemerintahan.
Jika kepala daerah menundukkan diri kepada aturan hukum kata Ocel, maka persoalan hukum dapat dicegah sejak awal.
Kasus korupsi kepala daerah yang terungkap, menunjukkan rendahnya ketaatan hukum kepala daerah dalam mengelola pemerintahan.
Tak hanya tak taat hukum, dikatakan nyatanya kepala daerah justru menjadi sumber korupsi. Misalnya, ada perintah untuk memotong sekian persen anggaran kegiatan dan setiap proyek yang dibiayai oleh APBD. Ada tarif yang harus dibayarkan kepada kepala daerah untuk mendapatkan jabatan tertentu.