Menurutnya, salah satu persoalan utama pendapatan Maluku adalah sektor perikanan yang belum memberi hasil signifikan.
“Saya tahu teman-teman dari DKI bebannya berat, baru mengesahkan anggaran Rp 82 triliun. Kalau itu dibelanjakan di Maluku, kami butuh 30 tahun,” kata Sangkala.
Kata Sangkala, sektor perikanan kita masih sangat kecil kontribusinya. Kalau parkir, itu wilayah kota atau kabupaten, Provinsi hanya dapat PAD dari pajak kendaraan bermotor, itu pun harus berbagi.
Aturan pusat soal kewajiban tambat labuh di daerah tempat nelayan menangkap ikan, namun lanjutnya, banyak pengusaha justru memilih bongkar muat di tengah laut atau di pelabuhan yang bukan wilayah Maluku karena adanya relaksasi aturan.
DPRD masih mengkaji dampak jangka panjang skema pinjaman daerah tersebut, lebih jauh dipastikan, banyak program strategis masih akan dibahas secara serius bersama pemerintah provinsi sebelum diputuskan.
“Di Jakarta satu program transportasi biayanya satu. Di Maluku tidak bisa begitu. Mau ke satu kabupaten harus pakai pesawat. Ongkos ke KKT Rp 2 juta, ke Dobo juga Rp 2 juta lebih. Kalau kapal bisa dua sampai tiga hari,” jelasnya.
DPRD Maluku ingin lihat dampak pinjaman ini terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Sudah pasti akan jadi beban daerah karena harus bayar cicilan, tapi kalau efeknya positif untuk PAD lima tahun ke depan, tentu akan dipertimbangkan. ***










