Kedua, kayu juga berasal dari pohon-pohon yang tumbang akibat longsor besar di lereng curam.
Ketika lereng kehilangan vegetasi penahan, tanah menjadi tidak stabil.
Saat tanah yang jenuh air runtuh, longsor tersebut menarik batang-batang pohon keluar dari area bekas tebangan serta menyeret pohon tua dan vegetasi yang masih tersisa.
“Longsor jenis ini dikenal sebagai debris slide dan debris flow, yaitu pergerakan material berupa campuran tanah, batu, dan pohon yang bergerak seperti banjir lumpur kayu,” ujarnya.
Massa material tersebut mengalir mengikuti gravitasi, masuk ke sungai, dan terbawa hingga ke hilir.
“Apabila hutan masih utuh, jumlah pohon yang terseret biasanya sangat sedikit; sehingga banyaknya kayu yang terbawa menunjukkan bahwa kerusakan hutan di hulu sudah luas dan kronis,” tuturnya.
Erosi tebing sungai
Ketiga, sebagian kayu terbawa akibat erosi tebing sungai dan sedimentasi berat.
Menurut dia, pada daerah aliran sungai (DAS) yang telah kehilangan tutupan hutan, tanah menjadi rapuh dan dinding sungai mudah tergerus.
Lalu, ketika debit air ekstrem terjadi, misalnya akibat siklon tropis, sungai mengalami peningkatan arus secara tiba-tiba.
Kondisi ini menyebabkan sungai menggerus dindingnya, mencabut pohon-pohon yang tumbuh di bantaran, dan sekaligus menyeret kayu-kayu sisa tebangan yang sebelumnya tersangkut di hulu.










