Scroll untuk baca artikel
Link Banner
Link Banner
BeritaHukum & KriminalNasionalUtama

Presidential Threshold 20 Persen Dihapus MK, Menko Yusril: Pemerintah akan Lakukan Ini

18
×

Presidential Threshold 20 Persen Dihapus MK, Menko Yusril: Pemerintah akan Lakukan Ini

Sebarkan artikel ini
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Imipas), Yusril Ihza Mahendra (INT)

Yusril mengatakan pemerintah tidak dapat mengomentari terhadap Putusan MK tersebut seperti yang dilakukan para akademisi mapun pemerhati pemilu. “Tentu (pemerintah) tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dilakukan para akademisi atau aktivis. MK berwenang menguji norma Undang-undang dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tegas Yusril. 

Menko Yusril menambahkan, setelah adanya tiga Putusan MK Nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden itu, pemerintah secara internal tentu akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres tahun 2029. 

“Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan Presidential Threshold, maka Pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR. Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan Presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Hal tersebut disampaikan Ketua MK, Suhartoyo dalam pembacaan Putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia di gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis, 2 Januari 2024.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo.
MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. “Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” katanya. ***


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *