MAKASSAR, arikamedia.id – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menolak jatah Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah setelah masuk dalam daftar salah satu organisasi keagamaan yang mendapatkan izin pertambangan.
Dikutip CNN Indonesia, “tidak ada pembicaraan soal penawaran pemerintah dalam pengelolaan tambang dengan PMKRI selama ini. Kalau pun ada penawaran, PMKRI pasti menolak,” kata Ketua Presidium PP PMKRI, Tri Natalia Urada dalam keterangan tertulisnya, Rabu (05/06/2024).
Pertimbangan paling mendasar, terang Natalia, karena PMKRI tidak ingin mencederai independensi sebagai organisasi kemahasiswaan.
“Kami tidak mau independensi PMKRI sebagai organisasi kemahasiswaan, pembinaan dan perjuangan terkooptasi dengan kepentingan-kepentingan usaha tambang. Berbagai persoalan yang diakibatkan oleh operasi industri pertambangan akan terus kami sikapi dan kritisi,” ungkapnya.
Risiko konflik agraria baru
PMKRI menilai, pemberian izin tambang buat ormas keagamaan itu juga akan berisiko menimbulkan konflik agraria baru dengan masyarakat dan mempertajam ketimpangan sosial.
“PMKRI tidak memiliki kapasitas SDM dan teknologi yang mumpuni untuk mengurus tambang. Tetapi sebagai elemen masyarakat sipil, kami memiliki komitmen dan sikap yang konsisten untuk melakukan checks and balance atas berbagai kebijakan yang anomali dan ketimpangan lainnya yang dapat merugikan masyarakat, terutama terhadap industri-industri ekstraktif seperti tambang,” jelasnya.
Pihaknya lalu mengutip data Komite Pembaruan Agraria (KPA) yang menemukan sepanjang 2023 telah ada 32 letusan konflik agraria terkait tambang di 127.525 hektar lahan dengan 48.622 keluarga dari 57 desa terdampak tambang.
“Kami berharap pemerintah menghentikan rencana ini dengan segera merevisi PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara,” ujar Natalia.(**)