Dikatakan, secara sosio-antropoligis, manusia Maluku telah dengan sadar dan sistematis mengajarkan pola pendidikan karakter secara informal.
“Persoalannya adalah apakah kita masih terdengar di telinga kita nasehat para tetua itu? dan apakah nasihat para tetua itu masih berlaku?,” tanyanya.
Menurutnya, pendidikan karakter kena mengena dengan pendidikan akhlak, yaitu upaya sadar dan sistematis membentuk kepribadian manusia seutuhnya (jiwa dan raga) yang cinta pada kejujuran, kebenaran dan bertanggung jawab. Dalam Islam dikenal dengan Takhallaku bi akhlakillah.
Hai ini sambungnya, sebagaimana tujuan bernegara yang secara filosofis disebutkan membentuk kepribadian manusia Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam UU yakni membentuk manusia susila yang cakap, demokratis dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Lebih lanjut Tumbaka menyebutkan, pendidikan karakter ditegaskan secara konstitusional dalam bentuk undang undang, yakni UU No 20 tahun 2003, UU No 2 tahun 1989, UU No 12 tahun 1954, dan UU No 4 tahun 1950 sebagai ujung tombak membangun generasi tangguh Indonesia yang dicirikan oleh perilaku bermoral, berintegritas, bertanggung jawab, dan demokratis, justru ditunjukkan oleh fakta sebaliknya sehingga menjadi isu krusial (mendesak) untuk dicarikan jalan keluarnya.