Padahal sambungnya, parpol adalah pihak yang nyaris tidak melakukan pendidikan edukasi, kita mesti juga cermat terhadap apa yang terjadi jadi kita tidak saja menyasar KPU dan Bawaslu tetapi kita juga menyasar pihak-pihak yang sangat mengambil kepentingan hasil dari proses-proses demokrasi.
Lebih jauh lanjutnya, dalam hal itu mestinya juga parpol berada dalam proses-proses edukasi seperti ini karena dia yang mendapat manfaat paling besar. Yang duduk di kekuasaan inikan mereka, yang didukung oleh aturan bahwa parpol adalah satu-satunya yang ada dalam proses-proses politik tersebut.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah pendidikan politik. Akibat tidak terjadi edukasi masyarakat terhadap pendidikan politik jadi itu mestinya negara, pemerintah, padahal parpol punya kepentingan lebih besar karena yang menentukan memilih untuk kepentingan parpol.
Jadi lebih jauh Marantikan menandaskan, mestinya kalau kita bicara langka-langkah mesti ada kerja koordinatif antara institusi penyelenggara pemilu dengan parpol. Karena mereka yang punya manfaat besar dan kalau Bawaslu dan KPU mestinya pemerintah.
Tapi parpol yang mendapat manfaat besar dari seluruh hajatan politik ini. Karena itu sebagai gerakan perempuan mestinya kita punya sumber daya yang cukup. Gerakan perempuan mempunyai sumber daya yang cukup untuk memobilisasi masyarakat agar menjadi smart menentukan pilihan.