SEJUMLAH musisi yang tergabung dalam Harmoni Hukum Surakarta meminta kegiatan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Kota Solo agar dihentikan. Bahkan, mereka mendesak lembaga tersebut dibubarkan, seperti diberitakan Tempo.co.
Desakan itu disampaikan oleh para musisi, artis, pencipta lagu, pegiat seni, event organizer (EO), pengusaha hotel, restoran, kafe, radio, dan berbagai elemen masyarakat yang terlibat dalam industri kreatif, hiburan, dan pariwisata, serta para praktisi hukum di Kota Solo ketika mendatangi kantor DPRD Solo, Jawa Tengah, pada Jumat, 22 Agustus 2025.
Hal tersebut menyikapi polemik seputar hak cipta atau royalti musik yang mencuat beberapa waktu terakhir ini. Kedatangan mereka diterima oleh jajaran Komisi IV DPRD Kota Solo. Dalam audiensi, mereka menyebut LMKN dinilai tidak amanah dalam menjalankan fungsinya.
Mereka menilai kinerja LMKN terbukti tidak mampu melaksanakan tugasnya sejak di tetapkan tahun 2016 yaitu, menyusun database lagu dan pencipta (SIMPB), membuat platfom digital, pelaporan hasil kerja, dan transparansi publik.
“Karena ketika laporan, LMKN cara pengutipannya untuk mengambil hak royalti atas pencipta hanya bisa dilakukan ketika material putar atau master-nya saja. Itu baru bisa terpantau secara digital karena ada distribusi dari distribusi lokal baik industri musiknya,” ujar Wahyu Gusti, salah seorang perwakilan Harmoni Hukum Surakarta dalam audiensi.