Sementara lokasi proyek cetak sawah ada pada wilayah adat masyarakat adat Marind, Maklew, Khimaima dan, Yei.
Diperkirakan lebih dari 50.000 penduduk asli bakal terdampak proyek-proyek tersebut.
Namun sebagian banyak dari mereka tak mengetahui proyek pembangunan sentra pertanian dan energi terintegrasi di Merauke yang sempat terhenti pada awal 2020 tersebut.
“Yang PSN datang ini. Jangankan sosialisasi, datang saja kayak siluman. Kelompok siluman yang datang,” ungkap Romo Pius mengibaratkan.
Suara penolakan masyarakat adat di Merauke akan terus bergulir. Meski PSN cetak sawah dan perkebunan tebu serta bioetanol tetap berjalan.
“Kami yang orang asli di situ, Tuhan sudah ciptakan sejak moyang, sebelum negara ini hadir, [lalu] kami harus kehilangan tanah. Apakah itu adil?” tanya Romo Pius retorik.
“Saya tidak melihat bahwa keluhan kami akan ada hasilnya. Saya tidak melihat itu. Tetapi penerimaan kami di sini [Jakarta] oleh teman-teman, saya merasa lega,” ungkap Romo Pius.
“Begitu banyak orang berhati baik di negara ini. Begitu banyak orang yang punya kepedulian terhadap mereka yang merasa hak-haknya dirampas. Maka dengan demikian kami, saya, merasa lega. Juga ada sedikit harapan.”(Tulisan ketiga – TAMAT)