Penolakan baik secara lisan maupun tertulis sudah dilakukan.
Pelbagai cara telah mereka tempuh. Tapi aktivitas proyek tetap berjalan.
“Kami merasa di kampung kami tidak ada yang bisa dukung kami. Kami datang dengan beban. Ketika kami sampai di sini, bertemu dengan teman-teman, kami rasa lega. Kami rasa lega sekali,” ungkap Yasinta.
Selain bergabung dalam Aksi Kamisan di depan Istana, Yasinta dkk juga menggelar aksi dan menggalang solidaritas di sejumlah tempat di Jakarta.
Mereka berunjuk rasa di Kementerian Pertahanan, menyambangi Ombudsman, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI),Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), hingga Komnas HAM. Yasinta dkk juga menggelar jumpa pers di Kantor YLBHI.
Ketika Mama Sinta bergerak dari satu titik ke titik lain di Jakarta, aneka alat berat masih terus beroperasi di kampungnya, di Wanam, Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke untuk PSN cetak sawah.
‘Kami kehilangan dusun, makan-minum, hewan-hewan di hutan kami’
Mama Sinta dan kelompok masyarakat adat telah berulang kali menggelar demonstrasi, mempertanyakan proyek itu ke kepala daerah, Majelis Rakyat Papua Selatan, DPR Kabupaten Merauke, hingga Keuskupan Agung Merauke. Tapi suara mereka membal.
“Kami sudah buat Tanam Sasi, kami tidak dihargai. Mereka masih gusur kami,” tutur dia di setiap kesempatan.