Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur mengatakan Peraturan Polri itu bakal tumpang tindih dengan Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Keimigrasian.
“Ini menerabas banyak hal, misalnya Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Imigrasi,” kata Isnur kepada Tempo, Rabu, 2 April 2025.
Isnur mengatakan aturan tersebut akan tumpang tindih dengan kewenangan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Sebab, pengawasan terhadap warga negara asing masuk ke dalam ranah imigrasi sehingga akan menyulitkan secara administrasi.
Selain itu, kata Isnur, aturan ini bertentangan dengan undang-undang sehingga berpotensi terjadi pelanggaran di lapangan. Apalagi, kata dia, aturan ini akan menimbulkan reaksi internasional dalam konteks HAM. Ia menegaskan aturan ini berpotensi menutup akses informasi ke dunia internasional dan menganggap jurnalis asing sebagai ancaman.
“Saya rasa ini akan menempatkan indonesia semakin buruk dalam kacamata demokrasi,” ujar Isnur.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu juga mengkritik Perpol mengatur penerbitan surat keterangan kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing.
Ninik mengatakan penerbitan Perpol 3/2025 tidak partisipatif karena tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Organisasi Jurnalis dan perusahaan pers. Menurut Ninik, aturan baru polisi itu tidak mempertimbangkan Undang-undang Nomor 40/1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 32/2002 tentang Penyiaran.