Mahkamah Konstitusi sedang menyidangkan permohonan uji materi dari Djohansjah Marzoeki, seorang dokter/guru besar emeritus ilmu kedokteran bedah plastik Universitas Airlangga. Menurut Djohansjah, sebagai lembaga ilmiah kolegium bertugas mengampu ilmu kedokteran namun menjadi tidak berdasar apabila dinormakan sebagai alat kelengkapan pemerintah karena (akan) dikendalikan penguasa politik ataupun lembaga pemerintah.
Jadi pemohon berkepentingan atas legitimasi kolegium yang independen dengan keberadaan dan fungsinya, yang harus mencerminkan kaidah ilmiah dan jati diri ilmu kedokteran. Djohansjah berpendapat, keberadaan Kolegium sebagai academic body dan bersifat independen, maka keberadaan dan fungsinya dijamin, dihormati, dan dilindungi yang bukan menjadi bagian dari kapasitas sebagai lembaga pemerintah.
Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, Sundoyo, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Hukum Kesehatan mengatakan, kedudukan kolegium tidak dapat dimaknai berada dan/atau bertanggung jawab secara struktural di bawah konsil. Hubungan antara kolegium dan konsil berkaitan dengan dukungan kolegium terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi konsil, yaitu sebagai penetapan standar kurikulum pelatihan yang disusun oleh kolegium, pelaksanaan evaluasi kompetensi, pelaksanaan validasi dan pengusulan standar kompetensi yang disusun oleh kolegium, pengusulan standar profesi, serta pengusulan jenis dan kelompok tenaga medis dan tenaga kesehatan baru bersama dengan kolegium untuk ditetapkan menteri.