Sebelumnya, Rabu (23/10), Ferry sudah menyampaikan pandangannya yang tak lagi percaya bahwa aturan-aturan pemerintah menguntungkan masyarakat adat, dalam sesi Indigenous Ecology Based Policy on Climate Change di IAKN Ambon, sebagai tuan rumah ajang internasional ICIR 6.
Koordinator ICIR 6 Dr. Samsul Maarif dalam kesempatan yang sama turut menegaskan bahwa aturan-aturan nasional seperti KUHP baru yang akan berlaku pada Januari 2026 menunjukkan ketidakberpihakan negara terhadap masyarakat adat. Pada pasal “Living Law” KUHP baru, ungkap pria yang akrab disapa Anchu, negara tidak mempunyai rasa hormat terhadap martabat masyarakat adat.
“Negara bukan tidak bisa, tetapi tidak mau memberikan pengakuan yang setara yang memartabatkan masyarakat adat,” ujar Anchu yang menggawangi Program Studi Agama dan Lintas Budaya atau Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Karena itu, penting membangun kerja sama interseksionalitas dari berbagai kalangan, seperti akademisi, media, stakeholders, dengan masyarakat adat agar terjadi perubahan kebijakan yang tidak hanya menguntungkan penguasa.
Lewat pendekatan mobilisasi legal, Anchu mengajak kerja sama akademisi dengan media untuk lebih dekat dan melakukan engagement dengan masyarakat adat dan para penganut agama leluhur sebagai subjek bermartabat.