Melansir Tempo.co, LBH Pers dan ICJR mengutip Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai penganiayaan, tindakan pemukulan terhadap jurnalis yang dapat dianggap sebagai penganiayaan karena menyebabkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain. Selain itu, Pasal 335 KUHP tentang ancaman kekerasan juga dapat digunakan, ancaman verbal yang dilontarkan kepada para jurnalis bisa dikategorikan sebagai upaya memaksa orang lain melalui ancaman kekerasan.
“Penting untuk dicatat bahwa berdasarkan Pasal 52 KUHP, jika kejahatan dilakukan oleh seorang pegawai negeri dalam menjalankan tugasnya (dalam hal ini seorang anggota polisi) hukuman dapat diperberat,” tutur mereka.
LBH Pers dan ICJR memandang tindakan pelaku bahkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap pelaksanaan hak pers untuk mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi. Aturan mengenai hak pers ini sebagaimana dijamin Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Pers. “Polri harus melakukan menjalankan penegakan hukum secara profesional dan transparan.”
Peristiwa kekerasan verbal dan fisik yang dilakukan Ipda Endry terjadi ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau arus balik di Stasiun Tawang Semarang pada Sabtu, 5 April 2025. Kala itu ajudan Listyo itu memukul bagian belakang kepala Makna dan mengumbar ancaman kepada jurnalis yang sedang meliput.