Alasan pertama mengapa UU TNI harus dibatalkan karena revisinya tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun 2025. Riyadh mengatakan ini bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (2), Pasal 1 Ayat (3), Pasal 20, dan Pasal 22A UUD 1945, UU P3 dan Tata Tertib DPR.
Riyadh menyebut pengambilan keputusan untuk memasukan revisi UU TNI tidak termasuk dalam agenda rapat paripurna 18 Februari 2025. Namun, tiba-tiba Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir meminta persetujuan anggota DPR yang hadir untuk menyetujui revisi UU TNI masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2025.
Kedua, revisi UU TNI juga bukan RUU carry over atau warisan DPR periode sebelumnya. Sehingga pembahasan revisi UU TNI melanggar Pasal 1 Ayat (2), Pasal 1 Ayat (3), Pasal 20, dan Pasal 22A UUD 1945, UU P3 dan Tata Tertib DPR. Menurut Riyadh, revisi UU TNI tidak termasuk dalam 12 RUU carry over seperti tercatt dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2025 dan Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029.
“Oleh karena itu, revisi UU TNI tidak sepatutnya dilanjutkan ke tahap pembahasan, melainkan harus terlebih dahulu melalui tahapan perencanaan dan penyusunan undang-undang,” katanya.
Ketiga, revisi UU TNI tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI pasca reformasi 1998. Riyadh mengatakan, salah satu maksud awal pembentukan UU 34 Tahun 2004 tentang TNI adalah memisahkan TNI dari politik dan bisnis. Tujuannya agar TNI menjadi profesional.