DPR dapat segera melakukan penyesuaian terhadap struktur dan komposisi AKD sesuai dengan amar putusan MK, sementara proses revisi UU MD3 dapat berjalan secara paralel untuk memastikan harmonisasi sistem hukum. Revisi UU MD3 memang perlu dilakukan dalam rangka memastikan pemberlakuan substansi Putusan MK No. 169/PUU-XXII/2024 dalam alat kelengkapan MPR, DPD,DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Implementasi Putusan MK mendesak dilakukan mengingat kondisi saat ini misalnya, masih ada enam komisi DPR RI, yaitu Komisi I, II, V, VIII, XI, dan XIII tidak memiliki pimpinan perempuan. Ironisnya, Komisi VIII yang membidangi agama, sosial, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak juga seluruhnya dipimpin laki-laki.
Kondisi ini berpotensi meniadakan perspektif perempuan dalam proses perumusan kebijakan di parlemen. Dengan karakter self-executing tersebut, tidak ada alasan bagi DPR untuk menunda pelaksanaan putusan dengan dalih belum adanya perubahan undang-undang. Pemohon juga menekankan bahwa pelaksanaan putusan MK ini merupakan bentuk penghormatan terhadap supremasi konstitusi dan putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat (final and binding).
Mengabaikan atau menunda pelaksanaan putusan ini sama dengan melakukan ketidakpatuhan konstitusi (constitutional disobedience). Oleh karena itu, DPR harus segera menunjukkan komitmennya terhadap prinsip kesetaraan gender, demokrasi inklusif, dan penghormatan terhadap hukum konstitusi dengan melaksanakan putusan MK tanpa penundaan.












