Ketiga, politik uang.
Keempat, politisasi SARA.
Kelima, netralitas (penyelenggara Pemilihan, ASN, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa).
Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan).
Ketujuh, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus).
Kedelapan, jaringan listrik dan internet.
Diungkapkan, hasilnya 8 indikator Potensi TPS Rawan yang paling banyak terjadi ;
1) 884 TPS terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS;
2) 734 TPS terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS;
3) 681 TPS terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT;
4) 371 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (Meninggal Dunia, Alih Status menjadi TNI/Polri);
5) 246 TPS terdapat potensi pemilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT (Potensi DPK);
6) 232 TPS terdapat Pemilih Pindahan (DPTb); dan
7) 197 TPS sulit dijangkau (geografis dan cuaca).
8) 88 TPS terdapat Penyelenggara Pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.
Sedangkan terdapat 13 indikator potensi TPS rawan yang banya terjadi masing-masing ;