JAKARTA, arikamedia.id – Menanggapi dua kasus penembakan polisi yang menewaskan warga sipil di Kota Semarang dan Kabupaten Bangka Barat pada hari Minggu (24/11), Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, 2 insiden di Semarang dan Bangka Barat ini mempertegas pola kekerasan polisi yang mengkhawatirkan, apalagi publik baru saja diguncang oleh kasus penembakan polisi senior terhadap polisi junior di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
Rentetan peristiwa ini, yang terjadi dalam waktu berdekatan, menimbulkan pertanyaan besar, apa yang salah dengan kepolisian kita? Mengapa penggunaan senjata api oleh polisi, yang seharusnya menjadi langkah terakhir, justru terkesan menjadi senjata utama dan menyebabkan hilangnya nyawa manusia?
Di Kota Semarang, klaim pihak berwenang bahwa penembakan mati atas seorang remaja dilakukan dalam rangka menangani tawuran bukan hanya tidak legal, tidak perlu, tidak proporsional, dan tidak akuntabilitas, tetapi juga melanggar prinsip perlindungan hak asasi manusia.
Kejadian ini berujung pada hilangnya nyawa seorang remaja—korban dari kebijakan represif yang mengutamakan kekerasan dan senjata mematikan daripada solusi pengayoman dan pengamanan yang manusiawi.