Menurut Ardi, perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi juga merupakan pilar demokrasi yang fundamental. Namun, dalam praktik internasional, kebebasan berekspresi diakui dapat dibatasi jika bertentangan dengan nilai-nilai lain yang penting, seperti perlindungan terhadap ketertiban umum, keamanan negara, atau hak asasi manusia lainnya. Misalnya, dalam Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR), kebebasan berekspresi diatur sedemikian rupa agar tidak mengancam hak asasi orang lain atau keselamatan publik.
“Meski kebebasan berekspresi dijamin dalam Konstitusi, namun aksi penolakan tersebut merupakan bentuk ekspresi intoleran,” ujar Ardi, dikutip dari Tempo.co.
Demonstrasi atau ekspresi penolakan yang dilakukan sejatinya tidak boleh mencederai peribadatan atau ritual keagamaan kelompok agama atau kepercayaan.
Saat umat Katolik di Arcamanik menggelar Misa Kamis Putih kemarin, massa dari Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka justru melakukan aksi unjuk rasa menentang penggunaan GSG Arcamanik untuk kegiatan ibadah umat Katolik. Dikutip dari Antara, ibadah Kamis Putih diikuti 290 umat Katolik dari Stasi St Yohanes Rasul Paroki Santa Odilia dengan pengamanan ketat kepolisian menyusul adanya aksi penolakan warga. ***