“Semua itu menjadi bukti bahwa tugas menanam dan menyiram sebagaimana moto GPM, berlangsung secara berkesinambungan sebagai wujud dari misi damai sejahtera Allah yang tidak pernah terputus atau berhenti,” ujar Maspaitella.
Kata Maspaitella, dengan adanya penggembalaan semua penatua dan diaken masa pelayanan 2025-2030 akan menjadi hamba-hamba Kristus yang setia dan rendah hati, menjalankan tugas dengan rajin, takut Tuhan dan terbuka pada pimpinan Roh Kudus.
Hal ini bertujuan sambungnya, untuk menggerakkan partisipasi seluruh warga Gereja guna menopang tugas Gereja secara nyata, termasuk dalam relasi antar-umat beragama, pelestarian lingkungan hidup, keadilan dan kesetaraan gender serta perlindungan terhadap anak-anak dan kaum marginal.
Lebih jauh dikatakan, tentu semua tugas utama Gereja yakni pemberitaan injil, persekutuan dan pelayanan kasih menjadi hal penting yang tidak bisa dielak.
“Tantangan teologinya bukan di situ, tetapi pada tahun 2020 itu, keputusan Gereja untuk beribadah di rumah dekat dengan waktu perayaan Jumat Agung (Maret 2020) dan dalam tradisi GPM, itu ditandai dengan Perjamuan Kudus yang aktanya sakral, bahkan disakralkan, dan itu harus berlangsung di Gedung Gereja, makan roti dan minum anggur dari satu cawan secara bergantian,” ungkapnya.