
“Perjuangan untuk keadilan masih jauh dari kata tuntas. Kami tetap akan terus menuntut tanggungjawab negara, yang hingga kini masih gagal menegakkan keadilan bagi korban, bahkan terkesan ingin terus menutup peristiwa 1998 seolah bukan pelanggaran HAM yang berat,” lanjutnya.
Pada tanggal 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo menyatakan pengakuan resmi atas 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Tragedi Semanggi I dan II. Pengakuan ini, yang sempat diharapkan sebagai langkah awal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, justru belum disertai tindakan nyata.
“Pengakuan tanpa upaya penegakan hukum hanyalah retorika kosong. Jaksa Agung memiliki tanggung jawab legal dan moral untuk mengusut pelaku dan menghadirkan keadilan bagi korban Tragedi Semanggi I. Ketiadaan langkah tegas ini menunjukkan kegagalan negara dalam menegakkan hak asasi manusia yang menjadi amanat Reformasi 1998,” kata Usman.
Tragedi Semanggi I terjadi di depan kampus Universitas Atmajaya dan area-area simpang susun Semanggi Jakarta pada 13 November 1998. Tragedi itu terjadi di tengah kuatnya gelombang demonstrasi mahasiswa dan rakyat biasa. Mereka menolak pejabat dan politisi era Orde Baru yang masih berkuasa, menuntut pengadilan atas mereka, menuntut pembatasan masa jabatan Presiden, dan juga menentang dwifungsi ABRI (kini TNI).