I Wayan Sudirta
Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan
APAKAH Pancasila masih relevan dengan kehidupan ketatanegaraan Indonesia saat ini? Pertanyaan ini terus menyelimuti diskursus anak bangsa paling tidak setahun belakangan ini. Jika kita sepakat menempatkan Pancasila sebagai landasan berbangsa dan bernegara, mengapa isu-isu yang menyangkut moral atau praktik-praktik di luar nilai-nilai Pancasila kerap masih terus diperlihatkan para elit di negeri ini?
Dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 di hadapan sidang BPUPKI, Bung Karno telah menegaskan bahwa Pancasila adalah landasan berbangsa dan bernegara. Tak hanya itu, Pancasila juga melandasi pembentukan konstitusi UUD 1945 dan pengambilan seluruh kebijakan berbangsa dan negara. Filsafat Bernegara Sebagai filsafat kenegaraan Indonesia, pemikiran Bung Karno mengenai Pancasila meliputi, pertama, kebangsaan.
Dasar dari pendirian negara Indonesia adalah nasionalisme. Makna kebangsaan ini merujuk pada persatuan di tengah keragaman, struktur negara-bangsa modern, dan arahnya yang bersifat sosialistik.
Itulah alasan mengapa Bung Karno menambahkan nasionalisme dengan kata sosio, sehingga membentuk sosio-nasionalisme, nasionalisme yang welas asih, oleh karena itu sosio-demokrasi akan selalu menyatu dengan nilai ketuhanan. Kedua, Bung Karno menempatkan dua dimensi penting sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan, yakni dimensi politik yang mengacu pada nilai kebangsaan, internasionalisme, demokrasi, dan keadilan sosial, serta dimensi etik yang mengacu pada nilai ketuhanan.