Melansir Tempo.co, merespons fenomena ini, koalisi sipil mengatakan kehadiran personel tentara di sejumlah universitas dianggap sebagai pengawasan kegiatan-kegiatan akademis. “Tindakan intimidatif yang dilakukan oleh Anggota TNI tidak hanya mengancam demokrasi, bertentangan dengan Konstitusi dan Undang-undang TNI,” kata koalisi sipil dalam keterangan yang diterima Tempo dari Koordinator Centra Initiative Al Araf pada Ahad malam, 20 April 2025.
Selain Centra Initiative, kelompok yang menyatakan sikap tersebut juga mencakup Imparsial, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Elsam, De Jure, Human Rights Working Group, dan Walhi.
Menurut koalisi, masuknya tentara ke kampus berpotensi menguatkan dugaan dwifungsi TNI ke dalam kehidupan sipil. Koalisi Sipil mengingatkan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah bahwa militer memiliki tugas dan fungsi pertahanan, tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi dan ikut campur dalam urusan akademis.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana mengatakan kedatangan prajurit militer, khususnya matra angkatan darat, lantaran mendapat undangan ataupun adanya kesepakatan kerja sama yang sah.
Menurut Wahyu, undangan itu biasanya berupa pemberian materi edukasi dari TNI kepada sivitas akademika di kampus. Dia menilai, tidak ada upaya militerisasi dalam kegiatan tentara di lingkungan kampus tersebut. “Kehadiran TNI AD di kampus selama ini berdasarkan prinsip kerja sama yang sah, bersifat edukatif dan dilakukan atas undangan atau koordinasi dengan pihak kampus,” kata Wahyu dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 20 April 2025.