“Perempuan adat belum banyak dilibatkan dalam demokrasi di kalangan warga. Hak kolektif perempuan adat masih menjadi catatan penting yang harus diadvokasi,” ungkap Olivia mengingatkan para peserta ICIR 6 bahwa perempuan adat punya hak yang sama dengan laki-laki.
Sehari sebelumnya, dalam mengembangkan demokrasi dari bawah, kalangan akademisi juga mengambil sikap serupa. Rektor IAKN Ambon Prof. Dr. Yance Z. Rumahur, MA, menegaskan bahwa sinergi antara masyarakat adat, penghayat agama leluhur, kalangan akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga-lembaga pemerintahan menjadi langkah penting agar terjadi perubahan pada kebijakan-kebijakan yang mampu menghapus pelanggaran terhadap hak-hak kelompok rentan dan memajukan yang terpinggrikan.
“Kerja sama IAKN Ambon dengan ICIR Rumah Bersama perlu dukungan lembaga-lembaga lainnya agar suara dari (Indonesia) timur terdengar,” ucap Yance (23/10).
ICIR ke-6 dihelat oleh panitia yang terdiri dari anggota-anggota sukarela dari the Intersectoral Collaboration for Indigenous Religions Rumah Bersama dan dosen atau pegawai Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon, Maluku, bekerja sama dengan dan disponsori oleh beberapa lembaga seperti The Asia Foundation (TAF), Komnas Perempuan, LKiS, CRCS UGM, ICRS, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon, Kemitraan, Pusad Paramadina, Direktorat Kepercayaan dan Masyarakat Adat Ditjen Kebudayaan, Badan Pelestarian Budaya Wilayah XX, PGI, University of Oslo, International Center for Law and Religion Studies, serta International Media Support (IMS).