Pengamat Pariwisata Azril Azahari menilai 17 bandara internasional yang tersisa adalah jumlah yang ideal sebagai HUB.
Hal ini sama dengan negara maju lainnya yang bandara internasionalnya juga sangat selektif, namun efektif. Diharapkan dengan keputusan ini, bandara internasional yang tersisa juga bisa makin optimal.
“Yang perlu dipersiapkan adalah connecting flight yang sangat baik untuk menuju ke destinasi berikutnya dengan waktu tunggu yang tidak terlalu lama,” jelasnya.
Azril melihat apabila bandara saat ini makin efisien dan efektif, maka pelayanan akan membaik dan ada kemungkinan harga tiket bisa lebih murah ke depannya. Namun, tentu saja tidak langsung saat ini karena harga tiket masih ditentukan oleh harga avtur.
Karenanya, ia berharap, harga avtur di Indonesia bisa ditekan dan tidak berbeda jauh dengan di luar negeri. Sehingga, penerbangan maskapai internasional tak perlu lagi transit di Singapura dengan alasan harga avtur lebih murah bisa bisa langsung ke Indonesia.
“Artinya harga tiket kita bisa bersaing bilang dibandingkan dengan harga tiket maskapai luar negeri lainnya apabila kita gunakan harga avtur yang sebanding (minimal sama, bukan harga avtur yang lebih mahal) dengan harga avtur di luar negeri,” terangnya.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berharap pencabutan 18 bandara internasional di Indonesia dapat membuat harga tiket pesawat lebih murah.
Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno mengatakan pencabutan status internasional tersebut dapat menciptakan efektivitas dan efisiensi. Artinya, dari segi maintenance seperti imigrasi, karantina, hingga penyediaan personel akan lebih sedikit.
“Dengan demikian ada cost yang dapat dihemat. Harapannya juga akan berdampak baik bagi biaya yang harus dikeluarkan,” jelas Agus.