AKTIVITAS tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, ramai dibicarakan setelah Greenpeace Indonesia dan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat menyampaikan protes keras. Mereka menuding kegiatan tambang nikel di lima pulau kecil, termasuk Gag, Kawe, Manuran, Manyaifun, dan Batang Pele, melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang pertambangan di pulau kecil dengan ekosistem sensitif.
Analisis Greenpeace menyebutkan lebih dari 500 hektare hutan telah rusak akibat penambangan dan sedimentasi dari kegiatan tersebut mengancam terumbu karang serta kehidupan bawah laut. Bahkan, dalam video yang dirilis Greenpeace, terlihat adanya pembukaan lahan di tengah pulau yang diduga sebagai lokasi tambang aktif.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah telah mencabut empat dari lima Izin Usaha Pertambangan atau IUP nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada Selasa, 10 Juni 2025. Perusahaan yang izinnya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. Sementara PT Gag Nikel tetap diizinkan beroperasi.
Penerbitan IUP ditengarai melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Namun Bahlil enggan berkomentar saat ditanya adanya pelanggaran atas aturan tersebut.