JAKARTA, arikamedia.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan pada 26 Juli 2024. PP itu merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Beberapa pasal krusial di PP Kesehatan menarik perhatian publik. Misalnya, penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Lalu, larangan menjual rokok ketengan.
Dilansir CNNIndonesia, Berikut deret aturan krusial dalam PP 28/2024 itu:
Alat kontrasepsi untuk pelajar
Pemerintah bakal menyediakan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Dalam Pasal 103 ayat (1) beleid tersebut berbunyi, upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Kemudian, ayat (4) menyatakan: pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan penyediaan alat kontrasepsi bukan untuk pelajar, melainkan untuk usia sekolah.
“Sebenarnya ini (alat kontrasepsi) diarahkan untuk usia sekolah, bukan buat pelajar,” kata Budi di Puskesmas Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (6/8).
Budi mengatakan di beberapa daerah masih banyak masyarakat dengan usia sekolah yang menikah. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan mereka untuk diberikan alat kontrasepsi.
Larang jual rokok eceran
Pemerintah melarang penjualan rokok batang satuan alias eceran. Negara juga melarang penjualan lewat mesin layan diri, penjualan ke orang di bawah usia 21 tahun dan ibu hamil.
“Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: Secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik,” demikian bunyi Pasal 434 Ayat (1) huruf c. Selain itu, pemerintah melarang penjualan rokok dan rokok elektrik dalam radius 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak.
Produsen tak boleh diskon susu formula
Pemerintah selanjutnya melarang produsen atau distributor susu formula (sufor) bayi melakukan promosi harga atau diskon dalam menjajakan produk mereka. Upaya itu dilakukan untuk memaksimalkan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif kepada para bayi.
“Produsen atau distributor susu formula bayi dan atau produk pengganti air susu ibu lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat pemberian air susu ibu eksklusif berupa,” demikian bunyi Pasal 33.
“Pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apa pun atas pembelian susu formula bayi dan atau produk pengganti air susu ibu lainnya sebagai daya tarik dari penjual,” lanjut Pasal 33 huruf c.
Larang produsen sufor iklan di media massa
Pemerintah pun melarang produsen menggunakan jasa nakes hingga influencer untuk mempromosikan produk mereka. Kemudian pemerintah juga melarang pengiklanan sufor bayi atau produk pengganti air susu ibu lainnya dan susu formula lanjutan yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, media luar ruang, dan media sosial.
Namun ada pengecualian apabila dilakukan pada media cetak khusus tentang kesehatan. Adapun pengecualian yang dimaksud harus mendapat persetujuan Menteri dan memuat keterangan bahwa susu formula bayi bukan sebagai pengganti air susu ibu.
Hapus praktik sunat perempuan
Pemerintah resmi menghapus praktik sunat pada perempuan. Hal itu sebagai upaya mendukung ketahanan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah. “Menghapus praktik sunat perempuan,” demikian bunyi Pasal 102 huruf a.
Makanan tinggi gula-lemak bisa dikenakan cukai
Pemerintah berhak mengenakan cukai ke produk pangan olahan termasuk fast food atau makanan siap saji. “Pemerintah pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi Pasal 194 Ayat (4).
Upaya itu dilakukan untuk memaksimalkan pembatasan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) di pangan olahan maupun siap saji. Penentuan batas maksimal kandungan GGL akan dikoordinasikan oleh menteri terkait.
Bisa larang iklan pangan olah saji
Pemerintah juga memiliki kewenangan untuk melarang iklan pada makanan saji yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan GGL.
“Menetapkan ketentuan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor pada pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji,” bunyi Pasal 200 huruf b.
Peringatan pada rokok diperbesar hingga 50 persen
Pemerintah mewajibkan peringatan kesehatan bergambar atau pictorial health warning (PHW) di kemasan rokok dinaikkan menjadi 50 persen.
Saat ini, luas gambar baru mencapai 40 persen dari bungkus rokok. Aturan itu juga berlaku untuk rokok elektrik. Namun tidak berlaku bagi rokok klobot, rokok klembak menyan, dan cerutu kemasan batangan.
“Dicantumkan pada bagian atas kemasan sisi lebar bagian depan dan belakang masing-masing seluas 50 persen diawali dengan kata ‘Peringatan’ dengan menggunakan huruf berwarna kuning dengan dasar hitam, harus dicetak dengan jelas dan mencolok, baik sebagian atau seluruhnya,” demikian bunyi pasal tersebut.
Izinkan aborsi dengan syarat
Pemerintah memperbolehkan praktik aborsi secara bersyarat lewat PP Kesehatan.
Terdapat dua kondisi tertentu untuk melakukan aborsi, yakni indikasi kedaruratan medis dan terhadap korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Indikasi kedaruratan medis itu meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan atau kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tak dapat diperbaiki, sehingga tak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Atur pembentukan bank mata nasional
PP Kesehatan juga mengatur soal transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia. Menurut PP, transplantasi jaringan meliputi mata dan organ tubuh lainnya.
Dalam PP itu disebutkan jaringan yang diperoleh dari berbagai jenis jaringan, termasuk sisa jaringan hasil operasi, dan jaringan lain yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh donor hanya dilakukan pendataan oleh bank mata dan/atau bank jaringan.
Kemudian, di Pasal 362 Ayat (1), dijelaskan bank mata dan bank jaringan dapat diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat sesuai kebutuhan dan/atau kemampuan daerah. Pembentukan bank ini harus dapat izin menteri.
Selanjutnya, Pasal 364 Ayat (1) menyebutkan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan jaringan mata berupa kornea, sklera, dan jaringan lain dari mata secara nasional, menteri membentuk bank mata pusat sebagai bank mata rujukan nasional.(*)