Dikutip dari laman ugm,ac.id, sejalan dengan itu, Arie Sudjito, Pakar Sosiologi Politik dari Fisipol UGM, juga menekankan pentingnya memperkuat demokrasi melalui apa yang disebutnya sebagai Politik Emansipasi. Arie berpendapat bahwa politik harus melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan, terutama mereka yang seringkali tersingkirkan dari proses politik.
“Kita tidak pernah membicarakan etik dalam menu keseharian, ngomong etik hanya ketika sidang MK di keseharian dicuekin nggak ada perbincangan itu. Nah oleh karena itu politik emansipasi membawa isu-isu publik ke dalam praktek keseharian dan disitulah sebenarnya bagian dari pendidikan politik,” katanya.
Politik yang inklusif memungkinkan masyarakat untuk mengintegrasikan politik ke dalam kehidupan sehari-hari mereka, sehingga mereka tidak akan bersikap apatis ketika terjadi pelanggaran politik. Pernyataan ini disampaikan dalam seminar bertajuk Gerakan Politik Kewargaan Kampus untuk Merespon Regresi Demokrasi, Disrupsi Digital, dan Krisis Ekologi.
Ia merujuk pada Pemilu 2024 yang meskipun berhasil mengurangi polarisasi politik identitas, tetap membiarkan politik dinasti terus berlanjut dalam sistem tata negara. Menurutnya, isu etika jarang dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari, dan biasanya baru menjadi perhatian saat ada persidangan di Mahkamah Konstitusi. Di luar itu, etika sering kali diabaikan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya Politik Emansipasi yang membawa isu-isu publik ke dalam praktik sehari-hari, yang menurutnya merupakan bagian penting dari pendidikan politik yang sesungguhnya.