Sekum mengatakan, pada bagian lain di tanah air, dari pertambangan serupa di Morowali, Sulawesi, Maluku, hingga konflik agraria di Sumatera Utara antara pelaku industri dan komunitas adat menjadi bukti bagaimana industri berkarakter ekstraktif kerap kali mengorbankan hak-hak masyarakat adat dan menciptakan ketegangan sosial yang berlarut.
Ditambahkan, belum lagi persoalan aktivitas penanaman monokultur tanaman industri dan penebangan hutan yang telah mengancam biodiversitas alam.
Menurut Sekum, kasus-kasus ini menjadi potret nyata betapa industri ekstraktif di Indonesia belum ramah lingkungan dan memenuhi visi pemeliharaan alam berkelanjutan.
“Apa yang terjadi akhir-akhir ini memperlihatkan praktik-praktik eksploitasi sumber daya atas nama hilirisasi, namun berlangsung secara destruktif, tanpa visi pemulihan, penciptaan keadilan, dan pertimbangan moral-spiritualitas ekologis,” tulisnya. *