Cara komunikasi yang dianggap “sopan” bagi penguasa, ujar Amalinda, sering kali bergaya implisit, berputar-putar, dan malah menyensor diri sendiri. “Definisi ‘sopan’ dari penguasa itu akhirnya bukan jadi kritik substantif, tapi sekedar sharing alias berbagi,” ujar Amalinda kepada BBC News Indonesia pada Rabu (02/04).
“Yang dianggap ‘tidak sopan’ [oleh pemerintah] adalah bicara to the point pada permasalahan, dan langsung menusuk pada persoalan.” Amalinda mengingatkan pada akhirnya Indonesia adalah negara demokrasi dan kebebasan berpendapat secara tegas dijamin Konstitusi.
Sementara Silvanus mengatakan warga yang merasakan ketidakadilan secara langsung akan bereaksi spontan. Hal ini, menurut dia, akan sulit untuk berada dalam “koridor sopan santun”. Dia mencontohkan warga yang memprotes pemerintah di tengah kontroversi larangan penjualan gas LPG tiga kilogram di tingkat pengecer atau warung pada awal Februari.
“Ada seorang bapak yang protes langsung pada menteri [Menteri ESDM Bahlil Lahadalia]. Sulit rasanya menyuarakan kekesalan secara sopan karena warga, termasuk si bapak, merasa tidak mendapatkan keadilan dari kebijakan yang diambil pemerintah,” ujarnya.
Apa kata para pengamat yang selama ini mengkritik kebijakan pemerintah?
BBC News Indonesia menghubungi sejumlah pengamat yang sering melontarkan kritikan terhadap pemerintah.