Scroll untuk baca artikel
Link Banner
Link Banner
BeritaNasionalPemerintahanUtama

Permintaan Luhut agar demokrasi tidak merusak ‘budaya santun’ Adalah Bentuk Pembunuhan Karakter Bagi Peneliti dan Akademisi

27
×

Permintaan Luhut agar demokrasi tidak merusak ‘budaya santun’ Adalah Bentuk Pembunuhan Karakter Bagi Peneliti dan Akademisi

Sebarkan artikel ini
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira menekankan kajian lembaganya dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

“Mau kabur, kabur sajalah. Kalau perlu jangan balik lagi,” ujar Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer pada 17 Februari 2025 soal tagar #KaburAjaDulu yang ramai di media sosial, seperti dilansir Kompas.com.

Sementara soal demonstrasi Indonesia Gelap, Luhut pada tanggal 19 Februari mengatakan: “Kalau ada yang bilang Indonesia gelap, yang gelap kau, bukan Indonesia”, sebagaimana dilaporkan Tempo.

Bivitri mengatakan bahwa deretan pernyataan ini menunjukkan bahwa: “kita, para warga, sudah dianggap enggak ada [oleh pemerintah]. Nah, itu yang namanya kematian demokrasi.”

“Ibaratnya, dalam bahasa sehari-hari, pemerintah bilang: ‘sudah, diam saja, terima jadi saja’. Itu sudah otokrasi sebenarnya,” ujarnya.

Bivitri menilai hal ini tidak lepas dari gaya kepemimpinan Prabowo yang dominan dan seperti komando sehingga menutup masukan dari para pengritik.

Baca Juga  Dua Ancaman Besar untuk Masa Depan: Krisis Plastik dan Krisis Iklim

“Pemerintah tidak mau menggunakan data yang tujuannya membuat kebijakan lebih baik. Mereka hanya mau pakai data yang mendukung supaya kebijakannya bagaimanapun tetap jalan,” ujar Bivitri.

Bivitri menyebut pemotongan anggaran di berbagai lembaga untuk mendanai program MBG sebagai contoh ketidakmauan pemerintah dalam menerima kritik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *