“Ini menunjukkan bahwa pemerintah antikritik, padahal banyak kajian yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik,” ujarnya.
Terpisah, pengamat ekonomi pembangunan dari Universitas Andalas di Sumatra Barat, Syafruddin Karimi, mengatakan Luhut sebagai ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) semestinya menjadi teladan utama dalam membangun tradisi dialog publik yang berbasis data alih-alih “menyerukan sopan santun budaya”.
“Dalam konteks demokrasi ekonomi, yang dibutuhkan bukan pengaburan kritik lewat retorika moral, tetapi klarifikasi berbasis fakta atas gejolak yang terjadi. Ketika IHSG anjlok dan rupiah melemah, publik menunggu penjelasan rasional dari pemegang otoritas ekonomi, bukan ceramah tentang etika berpendapat,” tegasnya.
‘Ujian bagi warga negara agar terus keras kepala’
Pengamat hukum tata negara, Bivitri Susanti, yang juga kerap mengkritik pemerintah, menilai pemerintahan saat ini sudah tidak mempedulikan kritikan karena merasa di atas angin.
“Pemerintahan sekarang sudah enggak peduli karena melihat dirinya sudah terlalu kuat. Paling tidak, Pak Prabowo-nya. Jadi, mereka tidak terlalu peduli dengan citra yang ada di masyarakat,” ujar Bivitri.
Bivitri menyoroti sejumlah pernyataan yang disampaikan para pejabat negara yang cenderung abai terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat, mulai dari tagar #KaburAjaDulu dan demonstrasi Indonesia Gelap.