BeritaNasionalPARIWISATAParlementariaUtama

Pembahasan RUU Kepariwisataan Sebaiknya Ditunda, Hellen de Lima : Produk UU Tidak Bisa Disahkan Dalam Situasi Terburu-Buru

61
×

Pembahasan RUU Kepariwisataan Sebaiknya Ditunda, Hellen de Lima : Produk UU Tidak Bisa Disahkan Dalam Situasi Terburu-Buru

Sebarkan artikel ini
Ketua Bidang Advokasi Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hellen Sarita de Lima

Secara terperinci, 5 Bab judul tetap, 9 Bab perubahan judul, 11 Bab baru, 3 Bab dihapus, 6 pasal sudah diadopsi dalam UU No.6/2023 tentang Penetapan Atas Perppu No.2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dan tidak dimuat dalam draf RUU. Begitu pula dengan 3 pasal yang sudah dihapus UU Cipta Kerja.

Sementara itu, Komisi X DPR RI belum lama ini menyatakan, RUU Kepariwisataan Dorong Pemangku Kepentingan Ubah Paradigma Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan

Pulau Banda Naira di Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku.

Sektor pariwisata harus masuk ke dalam jajaran skala prioritas nasional, bukan hanya sekadar opsi. Sebab itu, Komisi X DPR sedang melakukan perbaikan melalui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Upaya ini dilakukan lantaran demi mengubah paradigma pemerintah, baik pusat dan daerah, agar serius dan konsisten membangun sektor pariwisata yang berkelanjutan.

Baca Juga  Tidak Adil Keputusan BPH Migas Kurangi Jatah Mitan untuk Maluku  

Demikian pernyataan tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat membuka agenda Forum Legislasi bertema ‘Menilik Urgensi RUU Kepariwisataan’ di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, belum lama ini. Ia menegaskan mengukur ‘profit’ sektor pariwisata dengan hanya berdasarkan jumlah wisatawan (mass tourism) saja tidak adil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *