“Indonesia saat ini kembali aktif sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), namun Indonesia belum melaksanakan sejumlah rekomendasi penting terkait penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dan pelanggaran HAM di masa kini akibat kebijakan pembangunan, dan perlindungan kelompok minoritas agama dari serangan atas kebebasan menjalani keyakinan dan pendirian rumah ibadah,” kata Usman Hamid.
Amnesty International Indonesia mencatat kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang belum selesai, antara lain pembunuhan massal 1965/66, Tanjung Priok 1984, Lampung 1989, penyerangan 27 Juli 1996, penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/98, penembakan mahasiswa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, kerusuhan Mei 1998, kasus Munir, hingga pembunuhan-pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua.
Amnesty pun mencatat sejak Januari 2021 hingga Juli 2024, terdapat setidaknya 123 kasus intoleransi, termasuk penolakan, penutupan atau perusakan tempat ibadah, dan serangan fisik. Para pelaku diduga berasal dari berbagai latar belakang, termasuk pejabat pemerintahan, warga, dan organisasi masyarakat.
Pada 30 Juni 2024, seorang kepala desa bersama sekelompok orang menghentikan ibadah Minggu gereja Pantekosta di Sidoarjo, Jawa Timur. Mereka beralasan gereja itu tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Menurut pendeta setempat, bangunan gereja sudah terdaftar sebagai rumah doa pada 7 Desember 2023 dan tidak mudah mengurus IMB karena butuh waktu dua tahun. Namun, kepala desa bersikeras menuntut adanya IMB.