UBS bahkan memangkas proyeksi harga Brent akhir tahun menjadi US$ 62 per barel dari US$ 68, mengutip pasokan lebih tinggi dari Amerika Selatan dan negara-negara yang terkena sanksi.
“Saat ini, pasar menimbang OPEC yang tidak menaikkan produksi sebanyak perkiraan versus kemungkinan adanya kesepakatan gencatan senjata di Ukraina yang membuat minyak Rusia kembali mengalir bebas. Keseimbangan ini membuat harga minyak berfluktuasi seperti yo-yo,” ujar Phil Flynn, analis senior Price Futures Group.
Dari sisi pasokan, konsorsium yang dipimpin Exxon Mobil mulai memproduksi minyak di Guyana empat bulan lebih cepat dari jadwal. Sementara itu, data resmi China menunjukkan harga produsen (PPI) Juli turun lebih tajam dari perkiraan, menandakan lemahnya permintaan industri di negara tersebut. (***)
Pasar Tunggu Pertemuan Trump-Putin, Harga Minyak Stagnan
